Leny Hasanah- Tanggap Bencana

Di Aceh Tamiang, Kampung Sekumur kondisinya cukup parah. Terlihat material yang diseret banjir bandang dan longsor berupa tumpukan kayu gelondongan yang menutup sebagian besar area kampung. Foto-foto; Dok HSI BERBAGI.
Aceh, hsi.berbagi.id– Kondisi warga terdampak banjir bandang dan longsor di Aceh Tamiang masih memprihatinkan. Di Kampung Sekumur, seluruh pemukiman rusak parah sehingga warga terpaksa bertahan di tenda seadanya di bukit dan area kebun sawit. Tidak ada listrik, tidak ada sinyal telepon, dan akses darat menuju desa masih terputus akibat kerusakan jalan serta medan yang sulit dilalui.
Tim Tanggap Bencana HSI BERBAGI yang tiba di lokasi bencana sejak 9 Desember 2025 melaporkan bahwa perjalanan menuju wilayah terisolir itu memerlukan usaha ekstra.
“Warga tinggal di tenda-tenda ala kadarnya. Untuk mencapai lokasi, medannya berat dan jalur komunikasi sama sekali tidak tersedia,” ujar Komandan Lapangan, Sopian Awaludin kepada hsi.berbagi.id di Aceh, Kamis (11/12/2025).
Karena jalur darat belum bisa digunakan, tim tanggap bencana mengupayakan penyewaan tugboat untuk membawa logistik melalui sungai. Biaya sewa di wilayah tersebut mencapai sekitar 1–1,5 juta untuk tiga jam perjalanan, dan satu perjalanan hanya mencakup satu kampung, sementara tim harus menjangkau beberapa titik yang berada di aliran sungai.
Sejak 7–9 Desember, tim gabungan dari HSI BERBAGI, Stasiun Ruang Biru, YBIA, One Qolbu, serta relawan lokal telah melakukan belanja logistik darurat, distribusi kebutuhan pokok, asesmen lapangan, dan pembagian makanan siap santap kepada penyintas di Kualasimpang dan wilayah Tamiang Hulu. Posko bersama juga telah disiapkan untuk menampung stok logistik.

Demi menyalurkan logistik ke wilayah terisolir, relawan harus menempuh perjalanan menyusuri sungai dengan menumpang tugboat yang biayanya cukup besar, berkisar Rp1-1,5 juta.
Hasil asesmen terbaru menyebutkan bahwa Desa Babo di Aceh Tamiang mengalami kerusakan berat dan hampir seluruh area tertutup lumpur. Bantuan mulai masuk, namun kebutuhan peralatan pembersihan masih banyak. Sementara itu, di Kampung Sekumur situasinya jauh lebih parah. Seluruh rumah warga hancur, hanya masjid yang masih berdiri, dan 280 kepala keluarga kini berpencar di beberapa titik pengungsian.
Logistik diperkirakan cukup untuk dua hingga tiga hari ke depan. Warga memasak menggunakan kayu bakar, dan kebutuhan mendesak meliputi terpal, kelambu nyamuk, tikar, penerangan, serta obat-obatan. Dapur umum tim menyiapkan 150 porsi makanan untuk penyintas dan relawan sepanjang operasi berlangsung.
Tercatat 971 Korban Jiwa

Di tengah duka yang belum reda, relawan HSI BERBAGI coba menyapa berharap dapat menghadirkan senyum anak-anak di sana.
Berdasarkan Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat Tahun 2025, per 11 Desember 2025, tercatat 971 orang meninggal dunia, 255 orang hilang, dan sekitar 5.000 orang luka-luka.
Khusus di Provinsi Aceh, korban meninggal dunia di Aceh Tamiang mencapai 58 orang, disusul Aceh Timur 48 orang, Pidie Jaya 28 orang, Aceh Tenggara 12 orang, Kota Langsa 5 orang, dan Lhokseumawe 4 orang.
BNPB juga melaporkan bahwa bencana banjir dan longsor terjadi di 52 kabupaten/kota, dengan total kerusakan mencakup sekitar 157.,900 rumah, 219 fasilitas kesehatan, 581 fasilitas pendidikan, 290 gedung/kantor, serta 498 infrastruktur pendukung lainnya yang terdampak akibat kejadian pada 27 November 2025.
Di tengah kondisi yang serba terbatas, para penyintas dengan dukungan pemerintah juga relawan dari berbagai lembaga sosial dan kemanusiaan masih terus berjuang memulihkan kehidupan yang porak-poranda akibat bencana.
Tentunya doa, dukungan, dan solidaritas dari masyarakat luas menjadi penguat agar proses pemulihan di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan wilayah lain yang terdampak bencana dapat berjalan lebih cepat, tertata, dan membawa harapan baru bagi warga yang kehilangan tempat tinggal maupun anggota keluarga.(sbn)
Komentar (0)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!
Tinggalkan Komentar