Sakit Maag Pada Anak: Fakta atau Mitos?

By: hardi

Konsultasi Dokter HSI BERBAGI

dr. Arifin Kashmir, SpA, Mkes, dalam Program Konsultasi Dokter HSI BERBAGI, Sakit Maag Pada Anak; Fakta Ilmiah atau Mitos.

Sakit maag pada anak bukanlah mitos, tapi sebuah kondisi medis yang nyata. Penyakit maag dapat dialami oleh siapa saja, tidak terkecuali anak-anak. Dan, umumnya terjadi pada anak di usia 4 tahun ke atas.

Bersama dr. Arifin Kurniawan Kashmir, Sp.A, M.Kes, Program Konsultasi Dokter HSI BERBAGI menjawab seputar penyakit tersebut dan cara mengatasinya. Berikut beberapa pertanyaan peserta yang mengikuti program via zoom dan disajikan secara live beberapa waktu lalu, seperti dirangkum dr. Avie Andriyani.          

Pertanyaan dari Ibu Ika :

Anak saya umur 12 tahun, qadarullah setelah menjalani perawatan rumah sakit 2 minggu lalu, dengan diagnosa gastritis dan cystitis. Awalnya merasa nyeri, kemudian muncul sakit perut sesudah makan kuah lemak pedas. Alhamdulillah, saat ini sudah bebas dari nyeri tanpa obat, hanya sedikit rasa begah dan kembung. Yang ingin saya tanyakan, apakah anak saya tidak boleh lagi makan pedas dan berlemak. Apakah seterusnya atau sampai berapa lama?

Jawaban :

Untuk ibu Ika semoga ananda segera diberikan kesembuhan. Sakitnya kebetulan ada dua ya, yang pertama ada gastritis atau sakit radang lambung, seperti yang disampaikan mungkin terhubung dengan kondisi yang sekarang. Yang kedua cystitis ini adalah peradangan pada kandung kemih. Juga terkait dengan sakit perut. Keduanya saling terkait dan lokasinya yang satu sakit perut di ulu hati dan satunya sakit perut di bawah perut, di bawah pusat atau di atasnya selangkangan. Alhamdulillah, biidznillah sudah diberikan kesembuhan.

Situasinya, saat ada luka yang harus dilakukan adalah menghindari secara total. Alhamdulillah tubuh kita diberikan kemampuan untuk regenerasi, artinya untuk memperbaiki diri melapisi diri dan memperbaiki lukanya dibantu dengan obat-obatan atau pun tanpa obat-obatan, dengan izin Allah akan sembuh perlahan. Berikan waktu dan ruang untuk tubuh yang terluka untuk sembuh sendiri. Jadi itu yang harus dilakukan, dan pada interval waktu tersebut tidak dipaparkan sama sekali dengan bahan-bahan agresor yang tadi kita bahas (pedas, lemak). Tetapi pada saat faktor protektif sudah muncul lapisan lambung dan yang lain, akhirnya akan bisa menerima dengan intensitas yang wajar untuk makanan agresor tadi. Kesimpulannya adalah selama ananda sedang sakit, maka hindari secara total. Berikan ruang dan waktu untuk pemulihan. Rata-rata lamanya dua sampai empat pekan. Untuk beberapa kasus yang ekstrem bisa sampai 12 pekan. Jadi, hindari atau jangan konsumsi makanan pedas. Jika, sudah boleh makan lagi, tetap dibatasi tidak berlebihan jumlah dan frekuensinya.

Pertanyaan Ibu Nita (dari Aceh) :

Anak saya usia 12 tahun, sekarang ini sedang sekolah boarding (asrama). Jadi selama boarding dia sering mengeluh sakit perut, terkadang mual di pagi hari. Sudah kita bawa ke dokter, didiagnosa sakit lambung dan banyak pantangan makanan seperti cokelat dan segala jajanan. Kebiasaan ananda, memang jarang makan nasi selama di rumah (ketika masih SD), sukanya makan kentang goreng untuk sarapan, makan siang, bahkan hanya sekali saja. Setelah boarding otomatis pola makannya jadi berubah, harus makan nasi dengan ikan dan sayur. Terkadang dia makan nasi cuma sedikit. Bagaimana caranya supaya saya bisa merubah pola makan anak saya. Harus seperti apa ya dokter supaya perutnya terbiasa kembali. Selama boarding satu semester ini sudah berapa kali muntah. Dan, sudah 3 hari ini tidak sekolah.

Jawaban :

Sebenarnya ini adalah pertanyaan yang muncul pada mayoritas ibu dengan anak yang sekolah boarding, karena keluhan seperti ini cukup banyak. Ada satu penelitian yang menyatakan kurang lebih 76% anak boarding itu biasanya mengeluh sakit perut. Pola makan pada anak-anak boarding ini terkadang tidak teratur. Penyebabnya, meski ada jadwal tapi dikembalikan pada kemampuan anak-anak itu sendiri untuk mengatur waktu. Seringkali kebutuhan untuk mengejar hafalan muraja’ahnya, lalu ada kegiatan harian lainnya sehari-hari. Zaman dulu santri harus melakukan berbagai pekerjaan secara mandiri, tapi saat ini sekolah boarding sudah lebih banyak fasilitas untuk meringankan pekerjaan mereka. Generasi sekarang menghadapi kesulitan dalam manajemen waktu yang tidak optimal, sehingga akhirnya makanan bukan kebutuhan utama yang jadi prioritas mereka. Terkadang suka geser-geser waktu, suka diakhir atau kalaupun makan biasanya yang jadi masalah adalah dikurangi porsinya sehingga tidak sesuai. Apalagi tadi disebutkan ananda tidak suka makan nasi. Kalau sudah tidak suka makan nasi, biasanya pada saat di tempat umum yang memang menyediakan nasi bisa jadi dilewatkan. Atau mengambilnya hanya menjadi syarat atau sangat sedikit. (baca; https://hsi.berbagi.id/kd-hsib-konsultasi-dokter-gratis-untuk-umat)

Kondisi lambung yang sering kosong, yang tidak optimal ini jadi masalah. Sebenarnya nasi bisa diganti dengan sumber karbohidrat yang lain seperti kentang, roti, jagung, ubi, atau singkong. Konteksnya faktor agresornya, adalah pola makan yang kurang optimal. Kemudian waktu istirahat ananda yang tidak bagus dan mungkin pada saat itu dia juga akhirnya mengonsumsi sesuatu untuk mengisi perut atau mengurangi rasa laparnya. Ada juga sesuatu yang dikonsumsi secara rutin yang berhubungan dengan kemampuan dia untuk belajar, contohnya dia minum kopi atau yang lain. Dengan demikian faktor agresornya lebih dominan sedangkan faktor protektornya hilang,  makannya kurang bagus. Penting dilakukan adalah tekan faktor agresornya, seperti kebiasaan-kebiasaan yang kurang bagusnya kita hilangkan. 

Kemudian, faktor protektornya dinaikkan, paling gampang adalah merubah pola makan. Bisa kita terapkan untuk anak-anak yang ada di pondok sekali pun adalah porsi kecil tapi sering, jangan biarkan lambung kosong lebih dari 4 jam. Bisa bawa minuman sereal dalam satu tumbler kecil, sehingga pada saat setelah kelas kurang lebih 3 sampai 4 jam. Kemudian ananda izin untuk minum atau misalkan bawa biskuit dalam kemasan kecil yang bisa di konsumsi kapan pun. Minta izin pada musrif ataupun pada ustadz/ustazahnya. Jadi ini yang biasanya saya sarankan kepada orang tua. Jadi, jangan bawakan anaknya makanan dengan  kemasan besar, jangan party pack, tapi berikan kemasan kecil untuk dimakan di sela-sela pelajaran. Satu atau dua keping biskuit, sehingga situasi asam lambungnya akan terjaga dengan baik. Sebagai orang tua, kita juga jangan terlalu fokus pada obat-obatan, tetapi harus memperbaiki pola kehidupannya, yakni; pola makan sehat, istirahat cukup, dan mengelola stres. (sbn)