Penting, Jangan Biarkan Kesehatan Mental Anak Terganggu!

By: hardi

dr. Avie Andriyani

Seorang ayah (orang tua) harus selalu hadir dan membangun kasih sayangnya untuk anak-anak mereka. Foto: Ist/ Ilustrasi

Merujuk data Rikesda (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, sekitar 9,8 % anak Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan. Hal ini, tentu saja menjadi warning bagi seluruh orang tua agar lebih memperhatikan kesehatan mental putra dan putrinya sejak usia dini.

Mengapa perlu perhatian? Karena, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Sebagaimana definisi sehat dari WHO, yaitu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial. Tentunya, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan dan kecacatan. Orang tua, dipastikan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan mental anak-anaknya.

Seorang anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang akan tumbuh menjadi anak yang bermental sehat dan positif. Sehat mental pada anak akan meningkatkan kecerdasan, kemampuan untuk konsentrasi, mempelajari hal baru, dan bersosialisasi. Secara otomatis, anak dengan kesehatan mental yang terjaga, akan melewati masa tumbuh kembangnya dengan baik. Sehingga menjadi anak yang penuh percaya diri dan bisa menghargai dirinya sendiri.

Seorang anak yang bisa menghargai dirinya akan lebih kuat dan tidak mudah terkena bullying atau perundungan dari lingkungan sekitarnya, dan akan memiliki kesempatan sukses lebih besar di masa depannya.

Kesehatan Mental Anak Terganggu, Apa Pemicunya?

Kesehatan mental anak bisa terganggu oleh banyak sebab, seperti kekurangan kasih sayang, tidak mampu mengelola emosi, pengalaman buruk, trauma, lingkungan toxic, dan berbagai hal lainnya. Faktor-faktor yang mengganggu kesehatan mental anak bisa berasal dari dirinya sendiri, keluarga, maupun teman dan lingkungannya. Karenanya, peran orang tua dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan mental anak.

Tanda- tanda Kesehatan Mental Anak Terganggu
Jenis gangguan kesehatan mental yang sering dialami anak antara lain depresi, gangguan cemas, dan ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai orang tua, karena biasanya dapat mengarah kepada gangguan kesehatan mental anak, yaitu :

1. Perubahan sikap dan perilaku
Anak menjadi pribadi yang berbeda dan lain dari biasanya, seperti jadi lebih pendiam, sensitif, pemarah, mudah cemas, dan lain-lain. Jika anak menunjukkan sikap yang lain dari hari-hari biasanya, sebaiknya orang tua segera mencari tahu atau jika anak sudah bisa berbicara maka bisa dengan mengajak anak berbicara dari hati ke hati.
2. Perubahan dalam interaksi
Anak menarik diri dari lingkungan dan tidak suka bertemu atau mengobrol dengan orang-orang di sekitarnya. Anak lebih suka menyendiri dan menolak untuk bersosialisasi, menolak bersekolah, dan lain-lain.
3. Muncul kebiasaan-kebiasaan baru yang tidak lazim
Anak terlihat cemas dan ketakutan sehingga suka menangis, mudah panik, suka menggigit kuku, bermain-main dengan rambut, tiba-tiba mengompol lagi, suka menyakiti diri sendiri, dan berbagai kebiasaan yang tidak lazim lainnya.
4. Muncul keluhan-keluhan fisik
Anak sering mengeluh mual, sakit perut, pusing, dan berbagai gejala lain yang muncul tiba-tiba di saat-saat tertentu. Namun, akan menghilang dengan sendirinya dan tidak ditemukan penyebabnya ketika diperiksakan ke dokter. Gangguan psikologis atau kejiwaan yang bermanifestasi atau muncul pada tubuh, dikenal sebagai gangguan ‘psikosomatis’. Gangguan psikosomatis ini merupakan salah satu gejala adanya gangguan kesehatan mental dan perlu segera ditangani.

Perisai Menjaga Kesehatan Mental Anak
Ada beberapa hal yang bisa ditempuh untuk menjaga kesehatan mental anak, antara lain :

1. Memberikan kasih sayang sejak dalam kandungan
Seorang anak yang dipenuhi kasih sayang, bahkan sejak dalam kandungan akan lebih terjaga kesehatan mentalnya. Hendaknya seorang ibu hamil benar-benar menjaga kesehatan fisik dan mentalnya selama mengandung. Sangat dibutuhkan support system yang aktif memberikan dukungan kepada ibu hamil. Tentunya peran suami, keluarga, dan lingkungan sekitar ibu hamil sangat menentukan tercipta-nya suasana yang positif dan merasa tenang.

2. Selalu berusaha dekat dengan anak
Kedekatan anak dan orang tua tidak terjadi begitu saja. Kedekatan harus dibangun sejak dini, sehingga tidak ada lagi perasaan canggung antara orang tua dengan anaknya ketika memasuki usia remaja. Quality time sangat penting untuk menjaga kesehatan mental anak. Bagi ibu yang 24 jam tinggal di rumah, mungkin kedekatan dengan anak lebih mudah dicapai. Bagi seorang ayah atau ibu bekerja, sangat perlu meluangkan waktu sebanyak mungkin bersama anak. Jangan sampai sudah sibuk di luar, sementara di rumah masih sibuk dengan ponsel atau gawai yang dimiliki, sehingga waktu berkualitas bersama anak jadi lewat dan hilang begitu saja.

3. Membangun bonding atau ikatan antara orang tua dengan anak
Pemberian ASI secara langsung memberikan kontak skin to skin (kontak langsung atau bersentuhan antar kulit), kontak mata, dan berbagai interaksi ketika menyusui akan membangun kedekatan ibu dengan anak. Seorang ayah juga bisa membangun bonding dengan memeluk dan menggendong anak ketika ibu sedang melakukan aktivitas lainnya. Tanggung jawab mengasuh anak bukanlah tugas seorang ibu semata, maka seorang ayah seharusnya juga ikut ambil bagian untuk mengurus anak. Dengan ikut aktif mengasuh anak, bonding ayah dan anak akan terjalin dengan baik, tumbuh kembang anak pun menjadi lebih optimal.

4. Berikan perhatian dan kasih sayang yang cukup pada anak
Berada secara fisik di dekat anak saja tidak cukup, orang tua harus benar-benar ‘hadir’ dengan perhatian penuh. Manfaatkan waktu bersama anak untuk melakukan aktivitas seperti bermain, membaca buku, memasak bersama, berbelanja, mengobrol dan berbagai aktivitas menyenangkan lainnya. Usahakan untuk selalu membersamai aktivitas anak tanpa distraksi, yaitu tidak sambil melakukan aktivitas lain seperti menonton TV, melihat ponsel, dan lain-lain. Jika orang tua harus mengerjakan suatu pekerjaan, sebaiknya mendelegasikan tugas mengasuh pada pasangan atau keluarga yang bisa dipercaya di rumah. Bisa juga dengan mengalihkan anak pada permainan atau buku dan bukan dengan perangkat gadget yang akan menambah waktu layar atau screen time-nya. Kerjasama pasangan suami istri sangat dibutuhkan supaya anak tidak dibiarkan begitu saja, tanpa ada yang memperhatikan.

5. Penuhi waktu bermain anak dan mengeksplorasi lingkungannya
Banyak anak yang sudah dibebani dengan berbagai tugas atau aktivitas belajar yang terlalu berat sejak dini. Meski, membiasakan belajar sejak dini itu baik, tapi jangan lupakan kebutuhan anak untuk bermain dan mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Ajak anak berekreasi atau bermain di alam terbuka, menjadikan pikirannya lebih fresh dan fisiknya lebih kuat. Hindari memberikan fasilitas bermain game di ponsel apalagi jika anak masih terlalu muda.
6. Melatih kemampuan anak untuk beradaptasi dan bersosialisasi
Membekali anak dengan ketrampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan membangun hubungan dengan orang-orang di sekitarnya akan sangat bermanfaat. Anak akan lebih mudah mendapatkan teman dan mampu menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya.

7. Mendidik anak untuk mengelola emosinya dengan baik
Kemampuan mengelola emosi marah, senang, sedih, dan takut merupakan keterampilan penting yang bisa membantu anak menjaga kesehatan mentalnya. Seorang anak tahu bagaimana seharusnya dia mengekspresikan perasaannya dengan tepat tanpa menyakiti diri sendiri maupun orang lain.

8. Memberi pujian dan kritik secara proporsional
Orang tua tidak boleh memberikan pujian secara berlebihan supaya anak merasa diapresiasi, tapi tetap pada porsinya. Tidak pernah dikritik bisa membentuk kepribadian narsistik pada anak, yaitu kecenderungan anak menjadi terlalu kagum pada dirinya, merasa dirinya paling baik, dan suka merendahkan orang lain.

9. Menghargai anak dan menjadi pendengar yang baik
Seorang anak akan merasa diterima dan dihargai, ketika kita mau mendengarkan cerita dan curahan hatinya. Anak yang bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik, biasanya akan lebih mudah mengelola emosinya.

10. Menciptakan lingkungan positif, jauh dari lingkungan toxic dan buruk
Lingkungan sekitar bisa memberikan pengaruh yang cukup besar pada anak. Orang tua berkewajiban memilih dan menciptakan lingkungan yang kondusif dan baik untuk anak-anaknya.

Jadikan Anak Mandiri dan Proporsional Ketika Membutuhkan
Anak yang dibiasakan mandiri akan menjadi anak yang percaya diri, karena tidak bergantung pada orang lain. Meski begitu, bukan berarti orang tua tidak memberikan bantuan sama sekali. Orang tua justru harus menjadi orang pertama yang siap membantu dan memberikan dukungan ketika anak membutuhkan. Tentunya, setelah memberi kesempatan anak untuk mencoba menyelesaikannya secara mandiri.

Dengan kesadaran dan ilmu pengetahuan yang dimiliki, orang tua akan semakin memahami pentingnya menjaga kesehatan mental anak, tidak hanya mementingkan kesehatan fisik semata. Marilah bersama-sama kita berusaha agar kesehatan mental anak-anak kita tetap terjaga, sehingga mereka menjadi generasi yang tangguh dan siap menyongsong masa depan yang cerah.(sbn)

Sumber :
Mega Sinta Wulandari, Every Child is Special, Prinsip dan Prosedur Alternatif Modifikasi Perilaku Anak, Tahun 2021, Penerbit Laksana, Jakarta.

https://www.unicef.org/indonesia/id/kesehatan-mental

https://www.kemkes.go.id/id/rilis-kesehatan/menjaga-kesehatan-mental-para-penerus-bangsa

https://www.mpr.go.id/berita/Bangun-Kesehatan-Mental-Anak-yang-Tangguh-untuk-Wujudkan-Generasi-Emas-di-Masa-Datang