Masalah Gizi Dalam Kedaruratan Akibat Bencana

By: hardi

dr. Avie Andriyani

Anak-anak tampak dalam tenda pengungsi gempa Kabupaten Bandung. Sangat rentan dan merasakan trauma akibat bencana yang dialami. Foto-foto; Dok HSIB

Geoportal data bencana Indonesia https://gis.bnpb.go.id/, merilis rentang periode 1 Januari hingga 13 Mei 2024, telah terjadi bencana alam sebanyak 761 kejadian. Sejauh ini, yang paling mendominasi adalah musibah banjir sebanyak 507 kejadian, disusul cuaca ekstrem 142 kejadian, tanah longsor 61 kejadian, 39 kejadian kebakaran hutan dan lahan, 2 kejadian gelombang pasang dan abrasi, 7 gempa bumi, 2 erupsi gunung api dan 1 kasus kekeringan.

Dari total 761 kejadian tersebut, sebanyak 217 orang meninggal dunia, 3.458.075 orang menderita dan mengungsi, 33 orang dinyatakan hilang dan 343 mengalami luka-luka. Adapun, dampak kerusakan bencana,  4.590 rumah rusak berat, 7.145 rumah rusak sedang dan 23.202 rumah rusak ringan. Sementara, fasilitas yang rusak di antaranya 390 unit lembaga pendidikan, 272 rumah ibadah dan 39 pelayanan kesehatan.

Dampak Bencana Merubah Status Gizi

Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti pemukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum, sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Selain dampak kerusakan tersebut, yang lebih mendasar justru timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban bencana. Hal ini akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk. Tak dipungkiri, bencana mengakibatkan korban bencana (penyintas) harus mengungsi dengan segala keterbatasan. Kondisi ini sangat  berdampak pada perubahan status gizi korban bencana. Khususnya kelompok rentan, yaitu; bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lanjut usia.

Bayi dan Anak Paling Merasakan

Bencana dapat menimpa semua umur, dengan kata lain semua kelompok umur dapat terkena bencana. Bantuan makanan untuk pengungsi dewasa kurang bermasalah ketimbang bayi dan anak, karena korban dewasa dapat mengkonsumsi berbagai jenis makanan. Untuk bayi dan anak batita (dibawah tiga tahun), masalahnya lebih rumit, karena belum bisa mengkonsumsi semua jenis makanan yang diperolah dari penampungan. Apabila masalah ini tidak mendapat perhatian yang memadai, tidak mustahil bayi, anak, dan batita akan mengalami gizi kurang yang dapat berlanjut menjadi gizi buruk bahkan marasmus (kekurangan energi dan protein) dan kwashiorkor (kekurangan protein meski asupan energinya cukup).

Masalah gizi yang dapat timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya, semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat, bantuan makanan yang sering terlambat, dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal. Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya bayi dan balita.

Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi mikro (vitamin dan mineral).

Penyajian menu makanan untuk anak balita bisa dikatakan minim, karena dapur umum tidak menyiapkan menu khusus untuk anak balita. Sehingga anak balita hanya mengkonsumsi makanan yang juga dikonsumsi orang dewasa. Padahal, menu untuk orang dewasa didasari oleh ketersediaan bantuan yang diperoleh dari posko yang menyebabkan konsumsi makanan yang tidak beragam dan terbatas seperti kurangnya konsumsi ikan segar, buah, daging dan sebagainya yang merupakan sumber zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan balita.

Berikut ini beberapa perincian masalah penanganan gizi pada bayi dan anak :

Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan

  • Bayi tetap diberi ASI.
  • Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat memberikan ASI, diupayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor, dengan persyaratan permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan, identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh keluarga bayi, persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi yang diberi ASI, pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis, ASI donor tidak diperjualbelikan.
  • Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan.

Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan

  • Baduta tetap diberi ASI.
  • Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan.
  • Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang mempunyai nilai gizi tinggi.
  • Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia 6- 11 bulan, dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan. Jika bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A, maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A.
  • Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23 bulan.
  • Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat pengungsian.

Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan

  • Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya menggunakan air. Penggunaan air di lokasi bencana ditambah dengan penyimpanan yang tidak higienis berisiko menyebabkan terjadinya diare, infeksi dan keracunan.
  • Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel, sehingga mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan.
  • Pemberian kapsul vitamin A.
  • Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-kacangan dan minyak sayur.

Penyelenggaraan Makanan di Dapur Umum

Setelah kondisi memungkinkan, biasanya akan segera dibuat dapur umum di lokasi pengungsian. Beberapa hal yang termasuk dalam penyelenggaraan dapur umum meliputi penyimpanan, pengolahan, dan pendistribusian bantuan bahan pangan untuk para pengungsi. Para petugas yang bertugas di dapur umum, sebaiknya juga mengawasi bantuan bahan makanan yang masuk. Pengawasan diperlukan untuk melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan dan lain-lain. Pengawasan ini meliputi :

  • Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak.
  • Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai dan harus dicek dengan teliti meliputi makanan dalam kemasan, susu formula dan makanan suplemen.
  • Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan target konsumen.
  • Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan target konsumen.
  • Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera melaporkan kepada Koordinator Pelaksana.

Donatur yang Terlibat  

Para donatur yang berniat mengirimkan bantuan dalam bentuk bahan pangan, hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut ini :

  • Mencari informasi dan berkoordinasi dengan petugas atau relawan di lokasi bencana terkait jenis bahan makanan yang paling dibutuhkan.
  • Selain bahan makanan, donatur juga bisa menyumbang berbagai peralatan memasak. Biasanya peralatan masak dengan ukuran besar lebih dibutuhkan untuk memasak dengan jumlah banyak sekaligus.
  • Cek tanggal kadaluarsa dan kehalalan bahan makanan yang akan dikirim.
  • Pastikan pengemasan bahan pangan aman, sehingga tidak rusak dalam proses pengirimannya.

Semoga penjelasan singkat tentang gizi dalam kedaruratan dan situasi bencana ini memberi manfaat. Tentunya, kita selalu berdoa dan memohon pertolongan pada Allah, supaya negeri kita dihindarkan dari bencana. Tidak lupa, kita selalu mendoakan bagi korban bencana supaya diberikan kesabaran dan kemudahan dalam menghadapi ujian tersebut.(sbn)