Halusinasi dalam Dunia Medis

By: hardi

dr. Avie Andriyani

Ilustrasi, Ist

“Halu banget sih kamu..!”

Mungkin di antara kita pernah mendengar komentar-komentar sejenis. Istilah ‘halu’ memang sedang banyak dipakai oleh anak zaman sekarang baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Istilah yang sedang popular ini biasanya dipakai untuk menggambarkan kondisi yang tidak sesuai dengan kenyataan atau lebih tepatnya terlalu tinggi dalam berkhayal.

Halu merupakan kependekan dari kata ‘halusinasi’ dan istilah ini sebenernya berasal dari istilah di dunia psikiatri atau ilmu kejiwaan. Berbeda dengan pengertian halu sebagai istilah gaul, halusinasi yang dikenal dalam dunia kedokteran merupakan salah satu gejala serius gangguan kejiwaan yang membutuhkan penanganan ahli.

Halusinasi adalah gangguan persepsi yang menyebabkan seseorang mendengar, merasa, mencium, atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi berbeda dengan sindiran (pasien merasa dibicarakan orang lain) dan berbeda juga dengan thought echo (isi pikiran yang berulang-ulang/bergema dalam kepalanya), thought insertion (isi pikiran dari luar masuk ke dalam pikirannya), thought withdrawal (isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya), thought broadcasting (isi pikirannya tersiar keluar, sehingga orang lain mengetahuinya) yang merupakan suatu gangguan isi pikir. Sedangkan halusinasi merupakan gangguan persepsi.

Pada kondisi tertentu, halusinasi dapat berbahaya bagi individu yang merasakannya maupun orang-orang di sekitarnya. Penderita gangguan halusinasi seringkali memiliki keyakinan kuat bahwa apa yang mereka alami adalah persepsi yang nyata, sehingga tak jarang menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, seseorang bisa loncat dari atas gedung yang tinggi karena berhalusinasi memiliki sayap. Sedangkan contoh yang membahayakan orang lain seperti banyak kasus pembunuhan atau pemukulan karena pelaku seolah-olah melihat sosok seram yang akan menyerangnya.

Penyebab Munculnya Halusinasi

Halusinasi dapat muncul akibat berbagai faktor. Beberapa faktor paling umum yang dapat menyebabkan halusinasi;

Gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia (gangguan jiwa kronis dengan perubahan perilaku), demensia (penyakit yang menyebabkan penurunan daya ingat atau cara berpikir), dan depresi berat dengan gejala psikosis (sulit membedakan kenyataan dengan imajinasi/khayalan).

Gangguan saraf dan otak, seperti penyakit Parkinson (gangguan saraf yang berakibat tidak bisa mengatur koordinasi gerak tubuh), migrain dengan aura, delirium (kebingungan parah dan penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar), stroke (kondisi darurat medis akibat pasokan darah ke otak terganggu), epilepsi (gangguan sistem saraf pusat akibat pola aktivitas listrik otak yang tidak normal), dan penyakit Alzheimer’s (penurunan progresif terhadap daya ingat, kemampuan berpikir dan bicara).

Banyak mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, seperti kokain, amfetamin, dan heroin.

Demam, terutama pada anak atau lanjut usia.

Gangguan tidur, seperti narkolepsi (gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk berlebih sehingga seseorang bisa tiba-tiba tertidur tanpa mengenal waktu dan tempat).

Penyakit berat, seperti gagal ginjal atau gangguan hati stadium lanjut, HIV/AIDS, kanker otak.

Cedera kepala berat.

Gangguan kadar elektrolit, misalnya hiponatremia (kadar natrium terlalu rendah) dan hipomagenesemia (kadar magnesium terlalu rendah). 

Kelainan asam basa 

Serta, efek samping obat-obatan.

Berdasarkan ciri-ciri dan penyebabnya, ada beberapa jenis halusinasi yang umum terjadi, yaitu:

1. Halusinasi pendengaran (audio)

Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang menyebabkan seseorang mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain. Suara tersebut dapat berupa perintah, percakapan, atau suara benda-benda. Misalnya, seseorang merasa mendengar orang lain sedang bercakap-cakap, suara langkah kaki, suara yang menyuruhnya melakukan hal tertentu, dan suara-suara lainnya yang sebenarnya tidak nyata. Kondisi ini adalah gejala yang biasa terjadi pada penderita skizofrenia, gangguan bipolar (perubahan suasana hati yang sangat drastis), atau demensia.

2. Halusinasi penglihatan (visual)

Halusinasi visual merupakan jenis halusinasi yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain. Halusinasi visual bisa berupa objek, pola visual, manusia, atau cahaya. Misalnya, seseorang dapat melihat orang lain yang sebenarnya sudah meninggal atau melihat cahaya turun dari langit yang tidak dapat dilihat orang lain.

3. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Halusinasi penciuman melibatkan indra penciuman. Pada kondisi ini, seseorang merasa mencium aroma-aroma tertentu padahal kenyataannya tidak. Misalnya seseorang mandi berkali-kali karena merasa badannya bau busuk, padahal sebenarnya tidak bau.

4. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Halusinasi pengecapan melibatkan indra perasa yang menyebabkan seseorang merasakan sensasi bahwa sesuatu yang dimakan atau diminumnya memiliki rasa yang aneh, dan hal tersebut tidak dirasakan oleh orang lain. Misalnya, seseorang tidak mau makan karena merasa ada rasa logam dalam makanannya, padahal makanan tersebut memiliki rasa yang normal.

5. Halusinasi sentuhan (taktil)

Halusinasi taktil atau sentuhan melibatkan kontak fisik atau gerakan di area tubuh. Misalnya, seseorang merasa seolah disentuh atau dipegang oleh orang lain, padahal tidak ada orang lain di sekitarnya. Selain itu, seseorang dengan kondisi ini juga bisa merasa ada semut yang sedang merayap di tubuhnya, atau merasa seolah ada semburan air yang mengguyur wajahnya.

Tingkat Gangguan Halusinasi

Tingkat keparahan gangguan halusinasi ada 5 yaitu :

  1. Pasien mengalami halusinasi di masa lalu, tetapi pasien memahami bahwa yang dialami bukan hal yang nyata, halusinasi adalah bagian dari gejala sakitnya.
  2. Pasien mengalami halusinasi di masa lalu dan masih mempercayai halusinasinya nyata.
  3. Pasien saat ini mengalami halusinasi, tetapi tidak mau membicarakannya.
  4. Pasien saat ini mengalami halusinasi, tetapi tidak menuruti halusinasinya.
  5. Pasien saat ini mengalami halusinasi dan menuruti halusinasinya.

Untuk mengetahui derajat keparahan halusinasi seseorang, dokter akan melakukan anamnesis atau wawancara terlebih dahulu. Halusinasi paling berat bila pasien mengalami halusinasi tingkat 5 dan termasuk paling ringan bila pasien mengalami halusinasi tingkat 1

Halusinasi Menetap vs Sementara

Halusinasi yang terjadi akibat penyakit berat biasanya akan menetap lama. Namun ada juga halusinasi yang sifatnya sementara seperti halusinasi yang muncul ketika ada orang terkasih yang meninggal dunia. Halusinasi akibat duka yang mendalam akan menghilang seiring dengan rasa duka yang perlahan menghilang. Pada kondisi halusinasi sementara, seseorang seolah-olah mendengar suara dari keluarganya yang baru meninggal atau melihatnya sedang tersenyum di hadapannya.

Strategi Menghadapi Halusinasi

Hendaknya menanyakan kepada penderita kebiasaan apa yang biasanya dia lakukan agar halusinasi tersebut hilang, lalu ajaklah untuk menempuh cara-cara yang bisa menghilangkannya. Kita juga bisa menyarankan penderita untuk mencoba cara-cara di bawah ini:

  • Berbicara dengan orang lain.
  • Mengalihkan pikiran ke fokus yang lain.
  • Membaca dengan suara yang keras.
  • Memakai earplug/sumbatan di telinga.
  • Mendengarkan murottal atau bacaan Al-Qur’an dengan atau tanpa headphone.
  • Berubah ke posisi tubuh tertentu.
  • Melakukan hal-hal yang membuat pikiran relaks.
  • Menekuni hobi tertentu.
  • Melakukan aktivitas fisik misalnya melompat/berlari di tempat.
  • Mengajak suara tersebut berbicara untuk suatu negosiasi.
  • Mengabaikan suara-suara tersebut.
  • Berkata-kata dengan suara keras misalnya dengan membaca doa/ayat-ayat tertentu.

Gangguan halusinasi merupakan kondisi medis serius yang perlu segera mendapatkan pemeriksaan dan penanganan psikiater atau ahli jiwa. Dokter bisa memberikan obat-obatan, konseling, atau terapi lain sesuai dengan penyebab dan derajat keparahan gangguan halusinasinya.

Selain itu, penderita gangguan halusinasi tidak disarankan tinggal atau bepergian sendiri. Anggota keluarga terdekat hendaknya selalu menemani penderita untuk menghindari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan penanganan yang tepat dan cepat, kondisi halusinasi diharapkan dapat segera teratasi agar tidak sampai membahayakan diri penderita dan orang lain di sekitarnya. (sbn)

Referensi :

Ahmad, Fidiansjah Mursyid. (2024). Pedoman Kesehatan Jiwa Indonesia. Inparametric Press : Yogyakarta.

http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/102/mengenal-halusinasi, diakses tanggal 17 Oktober 2021

Jan Dirk Blom, Iris E.C. Sommer (2012). Hallucinations Recearch and Practice

Maramis (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga University Press : Jakarta.

Rusdi Maslim (2004). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Penerbit Sagung Seto : Yogyakarta.